Senin, 16 Mei 2011

                          Rendah Hati Palsu


Oleh setiap keyakinan agama di dunia ini, kita dianjurkan untuk selalu rendah hati. Dengan kata lain, kita tidak sepatutnya tinggi hati atau sombong. Orang-orang besar adalah orang-orang yang berani rendah hati. Justru karena ia rendah hati dan tidak membesar-besarkan diri maka ia disebut orang besar. Membesar-besarkan diri adalah orang yang tidak percaya diri. Dengan ungkapan lain, ia membesarkan diri untuk menutupi kelemahannya.


Namun sikap rendah hati harus datang dari pikiran yang tulus, bukan dibuat-buat. Misalnya, dengan maksud agar kelihatan rendah hati, seseorang malah menunjukkan sikap halus ketidak ‘rendah-hati’ annya. Mungkin Anda kenal dengan seseorang yang sebenarnya haus pujian, tetapi ia menyembunyikan keinginannya dengan halus.


Contoh percakapannya begini: Ia berkata, “Penampilan saya buruk sekali.” Maka Anda berkata, “Menurut saya penampilan Anda bagus sekali.” Kemudian ia berkata, “Tidak juga. Penampilan saya masih agak sembrawut.” Maka Anda berkata, “Tetapi menurut saya, penampilan Anda menarik.” Lagi-lagi ia berkata, “Anda hanya mencoba menghibur saya.” Maka Anda berkata, “Sungguh… saya tidak buat-buat, apa adanya.” Ia pun berkata, “Terima kasih…Tetapi penampilan saya tidak sebagus yang Anda kira.”


Bukankah ini percakapan yang membosankan? Sudahilah percakapan seperti ini segera, dan mulai alihkan dengan membicarakan hal-hal yang lebih bermutu.


Orang berprestasi tidak akan menggunakan tipuan kerendahan hati palsu. Orang bijak tidak memancing pujian, tetapi kalau dipuji, mereka menerimanya dengan tulus. Begitu juga kalau ia dimaki, mereka tidak menjadi marah dan dendam. Pujian dan makian hendaknya menjadi sarana untuk selalu bercermin ke dalam diri.


Kenapa demikian? Karena pujian dan makian yang ditujukan kepada orang bijak bisa menjadi musibah kalau salah menyikapinya. Pujian bisa mendatangkan kesombongan, makian bisa mengundang amarah dan kebencian. Dan orang bijak benar –benar menyadari bahwa dalam hidup ini, siapapun harus menerima keduanya. Seseorang tidak bisa menerima satu bagian kemudian menolak bagian yang lain.


Kalau dipuji, orang bijak hanya tersenyum. Kalaupun dicela, ia juga hanya tersenyum. Senyumnya penuh arti, senyumnya senyum pengertian benar.


setia smile

by.Rona.fransisca.djoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar